Fenomena fanatisme dalam dunia esports semakin menarik perhatian, terutama dalam ranah Mobile Legends. Salah satu contoh nyata dari fanatisme ini adalah persaingan antara pendukung EVOS dan RRQ, yang sering disebut sebagai "El Clasico" dalam MPL Indonesia. Hal inilah yang menjadi latar belakang penelitian skripsi seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi, Erwin Hartantiyo.
Baca ini juga :
» Slot MSC 2025: Pembagian Slot untuk Turnamen Esports World Cup
» Snapdragon Pro Series Mobile Masters MLBB 2025: Kompetisi Esports Bergengsi Kembali Digelar di Jakarta
» Mobile Legends: Bang Bang Umumkan Kolaborasi Besar dengan NARUTO, Shinobi Ikonik Hadir di Land of Dawn!
» Lose Streak Tanpa Henti Sampai Week 3, Ada Apa Dengan NAVI di MPL ID S15?
» MPL ID S15 W3 D3: Alter Ego Taklukkan Dewa United 2-1, Tutup Paruh Musim dengan Kemenangan
» MPL ID S15 W3 D3: RRQ Hoshi Tumbangkan Geek Fam 2-1, Minion Jadi Pahlawan di Game 2
» MPL ID S15 W3 D3: Bigetron Alpha Kalahkan Navi 2-1, Navi Masih Puasa Kemenangan
» MPL ID S15 W3 D2: RRQ Hoshi Tumbangkan Alter Ego 2-1
Mengapa Memilih Topik Ini?
Dalam wawancara yang dilakukan, Erwin mengungkapkan alasan mengapa ia memilih judul skripsi ini. Sebagai penggemar sepak bola dan mobile game, ia menyadari bahwa sebelum industri esports berkembang pesat, Mobile Legends hanya dianggap sebagai permainan biasa yang dimainkan di tongkrongan. Namun, dengan berkembangnya kompetisi, Mobile Legends berubah menjadi industri yang menjanjikan, di mana para pemainnya bisa berkarier secara profesional.
Salah satu hal yang menarik perhatiannya adalah fanatisme yang muncul di komunitas online. Ketika EVOS dan RRQ bertanding, pendukung kedua tim sering terlibat dalam fanwar di berbagai platform, terutama di kolom komentar YouTube MPL Indonesia. Erwin pun mengamati bagaimana fenomena ini mirip dengan rivalitas antara Real Madrid dan Barcelona di dunia sepak bola, di mana penggemar masing-masing tim memiliki loyalitas tinggi terhadap klub mereka.
Ia melihat bahwa dengan basis penggemar sebesar ini, industri esports di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang lebih jauh. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa dalam jangka panjang, esports dapat menyaingi industri sepak bola konvensional di Indonesia.
Tantangan dan Respon Dosen Pembimbing
Ketika mengajukan tema ini, Erwin awalnya belum menetapkan judul spesifik. Ia berdiskusi terlebih dahulu dengan dosen pembimbingnya yang dikenal sebagai sosok asik namun cukup detail dan teliti dalam membimbing mahasiswa. Untungnya, dosen tersebut bukanlah tipe yang kolot dan sangat memahami relevansi topik ini dengan studi komunikasi digital.
Dari hasil brainstorming dengan dosen pembimbingnya, mereka membahas bagaimana cara mengambil data, metode penelitian yang akan digunakan, serta teori yang akan mendukung analisis dalam skripsi ini. Akhirnya, tema yang diusulkan oleh Erwin mendapatkan persetujuan.
Banyak yang mungkin bertanya-tanya mengapa tema ini bisa diterima sebagai penelitian akademik. Namun, bagi Erwin, hal ini tidaklah aneh, mengingat bahwa ia mengambil studi Ilmu Komunikasi. Fanwar antara pendukung EVOS dan RRQ merupakan contoh nyata dari interaksi digital yang dapat dianalisis menggunakan teori komunikasi digital dan interaktivitas di media sosial. Dengan adanya keterhubungan antar komunitas dalam dunia esports, penelitian ini menjadi sangat relevan untuk memahami dinamika fanatisme dan komunikasi dalam ruang digital.
Melalui skripsinya, Erwin ingin menunjukkan bahwa esports bukan sekadar permainan, melainkan industri dengan komunitas yang besar dan loyal. Fanwar antara EVOS dan RRQ bukan hanya sekadar adu argumen, tetapi juga menunjukkan bagaimana komunitas digital dapat membentuk budaya baru dalam dunia esports. Dengan penelitian ini, diharapkan bisa memberikan wawasan lebih dalam tentang komunikasi digital dan bagaimana industri esports akan terus berkembang di Indonesia.