Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) bisa berdampak langsung terhadap harga berbagai produk mainan, termasuk dua produk populer yang diproduksi di Indonesia: boneka Barbie dan miniatur mobil Hot Wheels. Kebijakan ini dinilai berpotensi mengganggu kinerja ekspor Indonesia sekaligus menaikkan harga di pasar global, terutama menjelang musim belanja akhir tahun.
Dalam kunjungannya ke Washington, D.C., Sri Mulyani sempat bertemu dengan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent. Salah satu topik menarik yang muncul dalam pertemuan tersebut adalah soal Barbie—boneka ikonik yang ternyata mayoritas produksinya berasal dari Indonesia.
“Barbie boneka itu majority bikinnya dari kita. Jadi waktu pertemuan dengan US Treasury, muncul percakapan mengenai Barbie karena Amerika itu salah satu pengimpor terbesar, dan produsen terbesarnya memang dari Indonesia,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa di Jakarta.
Indonesia memang menjadi salah satu pusat produksi mainan global, khususnya untuk merek-merek ternama seperti Barbie dan Hot Wheels yang berada di bawah naungan Mattel Inc. Pabrik terbesar boneka Barbie berada di Cikarang, Jawa Barat, dan dikelola oleh PT Mattel Indonesia (PTMI). Pada tahun 2021 saja, pabrik ini mampu memproduksi lebih dari 85 juta boneka dan aksesoris Barbie. Selain itu, meskipun produksi utama Hot Wheels berada di Malaysia, PTMI juga turut memproduksi sebagian dari mainan miniatur mobil populer ini di Indonesia.
Namun, dengan adanya potensi kenaikan tarif dari AS sebagai bentuk kebijakan resiprokal terhadap mitra dagangnya, maka harga jual produk-produk tersebut berisiko meningkat secara global, termasuk di pasar Amerika Serikat yang merupakan konsumen utama.
“(Mainan) ini penting karena nanti mereka akan rayakan momen-momen besar seperti Christmas dan Black Friday, di mana biasanya kakek-nenek beli mainan untuk cucu mereka. Kalau tarif ini jadi diterapkan, jelas akan memengaruhi harga-harga mainan tersebut,” jelas Sri Mulyani.
Lebih jauh lagi, Sri Mulyani menekankan bahwa dampak dari kebijakan tarif resiprokal ini tidak hanya menyasar produk mainan, tapi juga berpotensi melemahkan daya saing industri manufaktur Indonesia secara keseluruhan, terutama sektor padat karya yang mengandalkan ekspor. Beberapa industri yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah pakaian jadi, alas kaki, dan aksesoris mode.
Ia memberi contoh bahwa banyak produk sepatu merek global seperti Nike, Adidas, hingga Converse juga diproduksi di Indonesia. Maka dari itu, jika terjadi gangguan dalam rantai pasok global akibat kebijakan tarif seperti ini, bukan hanya industri yang terdampak, melainkan juga jutaan tenaga kerja yang bergantung pada sektor tersebut.
“Kita harus menjaga agar para eksportir kita tetap bisa bersaing secara global. Karena selain mainan, produk pakaian jadi dan sepatu juga merupakan ekspor unggulan Indonesia,” tambahnya.
Baca ini juga :» Bill Gates Bangun Kantor Regional The Gates Foundation di Singapura, Indonesia Jadi Fokus Uji Coba Vaksin TBC
» Gamer Indonesia Habiskan 33 Triliun Rupiah Untuk Game, Tapi Developer Lokal Hanya Dapat Secuil
» "Pencitraan Aja?" CEO Toge Productions Ceritakan Pengalaman Bertemu Kementerian Indonesia
» Penyanyi Legendaris Indonesia, Titiek Puspa Tutup Usia di Umur 87 Tahun
» Buat Indonesia Jadi Kalah Saing, Presiden Prabowo Minta Kebijakan TKDN Lebih Fleksibel & Diganti?
» Rest In Peace Ray Sahetapy, Aktor Indonesia yang Ikut Serta Dalam Film Captain America: Civil War
» Ubisoft Philippines Merayakan Sukses Tim AC Shadows. Indonesia Kapan Bikin Game AAA?
» Sah, Akhirnya iPhone 16 Series Sudah Bisa Dijual Resmi di Indonesia
Kebijakan tarif resiprokal adalah bentuk balasan atas kebijakan dagang suatu negara yang dinilai merugikan negara lain. Dalam konteks ini, AS mempertimbangkan untuk menaikkan tarif terhadap beberapa barang impor, termasuk dari Indonesia, sebagai bentuk respon atas ketidakseimbangan atau kebijakan perdagangan yang dianggap tidak menguntungkan.
Meski kebijakan ini bersifat antarnegara, dampaknya bisa langsung dirasakan oleh konsumen. Harga produk impor di AS bisa melonjak, terutama produk-produk yang biasanya menjadi favorit menjelang musim liburan. Di sisi lain, para produsen di Indonesia juga bisa mengalami penurunan permintaan, yang pada akhirnya mengancam kelangsungan bisnis dan tenaga kerja.
“Jangan dianggap ini hanya soal barang-barang konsumsi. Ini akan berdampak langsung ke masyarakat luas, baik di negara pengimpor maupun di negara pengekspor seperti Indonesia,” tegas Sri Mulyani.
Selain berita utama di atas, KotakGame juga punya video menarik yang bisa kamu tonton di bawah ini.