



Hubungan antara Donald Trump dan Elon Musk kembali memanas, dan kali ini percikan konfliknya bukan sekadar debat biasa. Melainkan telah berubah menjadi ancaman serius yang mengguncang industri teknologi global. Dalam sebuah wawancara terbaru dengan ABC News, Trump mengeluarkan pernyataan kontroversial bahwa dia “tidak akan ragu” untuk mendeportasi Elon Musk jika ia kembali menjabat sebagai Presiden AS.
Ancaman ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara keduanya, setelah sebelumnya hubungan mereka tampak cukup harmonis. Dalam kampanye Trump tahun 2016 dan awal masa jabatannya, Musk sempat menjadi anggota dewan penasihat ekonomi Gedung Putih. Namun, seiring waktu, perbedaan pandangan mengenai isu-isu besar, termasuk perubahan iklim, kebijakan imigrasi, dan pendekatan terhadap kebebasan berekspresi membuat hubungan tersebut memburuk dengan cepat.
Trump secara terbuka menuduh Musk sebagai sosok yang "bermain di dua kaki". Di satu sisi mengaku netral secara politik, namun di sisi lain menggunakan kekuatannya untuk memengaruhi opini publik secara halus melalui platform X (sebelumnya Twitter), yang kini ia miliki. Tidak hanya itu, Trump menyindir bahwa akuisisi platform media sosial tersebut merupakan “pembelian yang beraroma politik,” dan bahkan menyatakan bahwa Musk mungkin “tidak sepatutnya” berada di AS.
Pernyataan ini memicu kegelisahan di dunia teknologi. Elon Musk, yang lahir di Afrika Selatan dan kini merupakan warga negara AS, telah memainkan peran vital dalam mengembangkan berbagai inovasi masa depan dari kendaraan listrik Tesla, konektivitas satelit global lewat Starlink, hingga eksplorasi luar angkasa dengan SpaceX. Ancaman deportasi terhadapnya bukan hanya akan menjadi krisis politik, tapi juga mengancam stabilitas dan arah inovasi teknologi dunia.
Tak butuh waktu lama, warganet langsung bereaksi. Di platform X, berbagai tagar seperti #DefendElon dan #TechNotPolitics menjadi trending, memperlihatkan bagaimana publik dan komunitas teknologi merasa ancaman Trump terhadap Musk adalah hal yang berbahaya dan kontraproduktif.
Baca ini juga :
» Tak Henti-Hentinya Membuat Drama, Kali Ini Elon Musk Bawa Apple Dan OpenAI Ke Meja Hijau Bersamaan!
» Intel Sekarat! Pemerintah AS Bantu Beli Saham 10% Senilai 162 Triliun Rupiah
» Bak Drama Sosmed Di Indonesia, Elon Musk dan Sam Altman RIbut di Twitter Cuman Karena Peringkat App
» Bikin Chip Semikonduktor Di Amerika, Atau Kena Tarif 100%! Nvidia, Intel, AMD Akan Naik Harga
» Trump AI Event, Acara Yang Menjadi Pengakuan Trump Untuk Mendominasi AI Dengan Cara ‘AI Action Plan’
» Selain Grok, Elon Musk Juga Akan Membuat ‘Baby Grok’ Yang Akan Menjadi Aplikasi AI Ramah Anak
» Amd dan Nvidia Lanjut Kirim Chip AI ke China. Tanda Trump Menyerah Atau Strategi Baru?
» Trump Resmi Turunkan Tarif Impor Indonesia Jadi 19%, Harga Console Game dan HP Jadi Makin Murah?
Bagi banyak pengamat, ini bukan hanya tentang dua ego besar yang bertabrakan. Ini adalah gambaran jelas bagaimana urusan pribadi dan politik bisa berimplikasi pada nasib industri teknologi secara keseluruhan. Dengan pemilu AS yang semakin dekat, pernyataan Trump dinilai oleh banyak pihak sebagai strategi populis untuk menarik dukungan dari basis konservatifnya yang anti dengan "Big Tech."
Namun satu hal yang pasti, konflik antara Trump dan Musk ini telah menciptakan ketegangan baru di garis depan politik dan teknologi. Dan jika ancaman deportasi itu benar terjadi, bukan hanya Musk yang terdampak, tetapi juga masa depan teknologi global yang mungkin akan mengalami guncangan serius.
Selain berita utama di atas, KotakGame juga punya video menarik yang bisa kamu tonton di bawah ini.